AMAZING GIRL
Pelajaran
pertama yang mungkin dapat membuat Allenta sedikit mengeluarkan senyumannya dan
mungkin dapat membuat siswa-siswa lainnya mencoret-coret buku, berpikir kosong,
dan menunduk lesu. MATEMATIKA. Selalu saja matematika. Pelajaran ini salah satu
cara yang dapat membedakan antara orang yang dominan otak kirinya ataukah otak
kanannya.
Salah
satu yang menjadi kelebihan Allenta yakni keseimbangan otak kanan dan otak
kirinya. Ia dapat menyelesaikan soal Matematika yang paling rumit tingkat
perguruan tinggi dengan waktu 3 menit.
Rekor yang saat ini belum bisa dipecahkan oleh mahasiswa perguruan tinggi.
Kelebihan Allenta bukan hanya sebatas mengerjakan soal angka-angka. Ia juga
pandai dalam bidang biologi dan fisika. Ia sering menemukan penemuan-penemuan
yang jarang dilakukan oleh anak seumurannya. Tanaman obat, penanganan
lingkungan hidup, bahkan ia dapat menciptakan revolusi sebuah mesin. Allenta
juga dapat menggunakan otak tengahnya. Dengan mata tertutup, ia dapat
mengetahui jawaban dari soal matematika tanpa melihat dan menghitungnya.
Banyak
sekali bakat yang dimiliki Allenta. Sayangnya, penyaluran bakat itu tak kunjung
membuahkan hasil karena sikapnya yang selalu cuek dan tertutup di sekolah.
Kadang karena kegeniusannya, orang jadi salah paham dengan tingkah lakunya yang
beda dari anak lain.
“Allenta..
“ sapa cowok misterius pembawa payung tadi.
“Iya.”
Sahut Allenta singkat.
“Kau
belum tahu namaku, kan ?” tanya cowok itu.
“Ehm..”
desis Allenta.
“Aku
bicara sama kau. Tolong dengarkan..” Cowok itu kelihatan kesal dengan tingkah Allenta.
“Iya.
Aku dengerin.”
“Aku
Axel. Jika kau ingin tahu siapa ketua kelas di sekolah ini, itu adalah aku.
Jadi.. bagaimana dengan usulku tadi pagi ?” tanya Axel.
Allenta
merobek selembar kertas di bukunya. Menuliskan beberapa kalimat dan
menyodorkannya ke Axel.
Axel
membaca tulisan itu dengan keras.
“AKU
LAGI BADMOOD. KENAPA SEMUA SISWA DI
KELAS INI SEPERTI TIDAK MENERIMA KEHADIRANKU ?”
Allenta
yang mendengar kelakuan Axel yang dapat membuatnya dimarahi manusia satu kelas
langsung merebut kertas itu. Dan menuliskan kalimat lagi.
HEY…
KAU NGERASA GAK ? KAU DAPAT MEMBUATKU SEMAKIN DIKUCILKAN DI KELAS INI !!
Kini
Axel membaca tulisan itu dalam hati. Dan ia mengerti. Ia kemudian merebut pena
dari tangan Allenta dan menuliskan sebuah kalimat.
OK
! KAU HANYA PERLU MENDENGARKAN TIPS DAN TRIK-KU UNTUK MENAKHLUKKAN SEMUA ORANG-ORANG
ITU. AKU SENIOR DI SINI. DAN AKU TAHU BETUL SIFAT-SIFAT MEREKA.
Allenta
membacanya dan mengangguk sambil sedikit tersenyum. Axel ikut tersenyum karena
dapat membuat murid baru sekaligus orang tercuek di kelas menjadi temannya.
#
“Nah,
kau tahu ? Dapat menjadi murid di Green Junior itu merupakan impian
berjuta-juta orang. Ketika aku mendaftar di sekolah ini, butuh waktu 6 jam
untuk mengantre. Karena apa? Beribu pendaftar datang secara bersamaan hari itu.
Dan, yang terpilih hanya 200 siswa. Apa itu jumlah yang tidak mengecewakan ?”
Kata Axel sambil menggiring Allenta melihat-lihat keadaan sekolah.
“Bagi
yang terpilih, jumlah itu tidak mengecewakan. Karena mereka dapat sepuasnya
mengekspresikan bakat mereka di sekolah ini. Semua ekstrakurikuler ada di
sini.” Lanjutnya lagi.
Mereka
terus berjalan. Dan menemukan segerombolan cewek-cewek yang sedang bergosip.
“Nah..
aku akan memperkenalkanmu dengan club K-popers. Club yang paling sering
diminati oleh para cewek-cewek maupun cowok-cowok ( sepertinya).” Kata Axel.
“Hay
Shera, Luna, Eva, Zee, Lim… “ sapa Axel ke gerombolan cewek-cewek itu.
“Annyeonghaseo,
Axel…” sahut mereka kompak.
“Gue
bawa murid baru, nih.. Kayaknya cocok berteman dengan kalian. Namanya Allenta.”
Ujar Axel.
Shera,
Luna, Eva, Zee dan Lim memperhatikan Allenta.
“Annyeonghaseo,
Allenta …” sapa mereka.
“Monyongseo..”
sahut Allenta.
Shera,
Luna, Eva, Zee dan Lim hening sejenak sambil memonyongkan bibirnya
masing-masing.
“Oh,
ya! Korean drama kesukaanmu apa ?” tanya Lim.
“Korean
drama ? Emm.. apa, ya ?” Allenta balik nanya.
Lim
mendengus kesal. Sekarang, giliran Luna.
“Kau
tahu Im Jae bum yang ada di dream high 2?”
“Penemu
bom itu
Luna
cekikikan mendengar jawaban Allenta.
“Idolamu
di k-pop siapa?”
“Idola
? Emm.. Albert Einsteen.” Jawab Allenta.
Hujan
masih mengguyur SMP Diamond Green. Namun, keasrian sekolah itu tetap terjaga.
Dari bel masuk berbunyi hingga bunyi bel pulang, tak ada sampah yang terlihat
satupun di sekitar sekolah itu.
Diamond
Green Junior High School sebenarnya merupakan sekolah lama dengan model sekolah
yang kelihatan modern. Ketika masa penjajahan Belanda dan Jepang dahulu,
sekolah ini merupakan sekolah nomor satu di Indonesia. Dulu, sekolah ini hanya
dipakai untuk keluarga kaya atau ningrat. Sekarang, semuanya sudah direnovasi.
Tapi tanpa mengubah struktur klasiknya. Sampai sekarang, sekolah ini masih
menjadi kebanggaan karena selalu mendapat banyak prestasi di setiap tahunnya.
Ketika
bel pulang berbunyi, Axel kelihatan panik. Rupanya ada seorang laki-laki yang
memanggilnya di depan pintu gerbang sekolah.
“Axel..
Ayo cepat ! Kita tidak punya banyak waktu. Konsernya sudah hampir selesai.”
Teriak laki-laki yang seumuran dengan Axel.
Allenta
yang berjalan di belakang Axel, tak sengaja mendengar apa yang dikatakan
laki-laki itu. Siapa sebenarnya Axel ? Pikirnya. Apa dia anak band ?
Axel
berlari menuju anak laki-laki itu. Dan berteriak..
“Di
mana, Ri ? “ tanya Axel terengah-engah.
“Taman
kota, Xel. Masih satu lagu lagi yang harus mereka bawakan. Cepat, Xel !! Ini
kesempatanmu. Jangan kelewatan lagi.” Desak laki-laki yang ternyata bernama
Ari, sahabat Axel yang juga sekolah di Diamond Green.
Axel
dan Ari mengambil sepedanya, mengayuhnya cepat-cepat menuju taman pusat kota. Allenta
masih berdiri di hadapan pintu gerbang. Memandangi Axel dan Ari dari kejauhan.
Ia masih penasaran dengan apa yang dibicarakan mereka berdua. Bukan apa-apa.
Hanya saja, semua band yang sedang manggung di taman kota itu adalah band
didikan ayahnya. Apa jangan-jangan ?
Allenta
masuk ke dalam mobil pribadinya. Ia memberitahu sopir untuk pergi ke tempat
ayahnya sedang bekerja, yakni taman kota. Allenta menyuruh sopir untuk
mengikuti Axel dan Ari.
Perjalanan
yang cukup jauh untuk menuju pusat kota. Mengapa Axel dan Ari begitu semangat
menuju taman itu. Apalagi hanya dengan menggunakan sepeda. Apa band didikan
papanya Allenta itu salah satu idola mereka ? Atau jangan-jangan.. mereka juga
termasuk band itu ?
Allenta akhirnya sampai di taman kota.
Begitupun dengan Axel dan Ari. Tapi, secepat kilat Axel berlari-lari menuju
belakang panggung. Allenta mengikutinya. Axel menyerobot orang-orang dan masuk
dengan paksa ke backstage.
“Ka
Rival …!!!” Teriak Axel. Ia kelihatan terengah-engah. Dan kau tahu ? Ia
mengeluarkan air mata.
Seorang
laki-laki yang kira-kira masih berumur 18 tahun menengok ke arahnya. Wajahnya
memerah dengan setitik air mata. Namun, tiba-tiba laki-laki Itu pergi menjauh
dari Axel.
“Ka…!!
Tunggu, Ka..!!” teriak Axel lagi. Ia mengejar laki-laki itu.
Allenta
yang dari tadi mengumpat dan mengintip kejadian itu di samping lemari rias,
semakin heran. Ia ikut mengejar Ka Rival.
“Ka..
berhenti, Ka !! Aku mohon…” teriak Axel dengan airmata yang bercucuran.
Laki-laki
itu berhenti dan membalikkan tubuhnya.
“Ka..
aku mohon dengan sangat kepada Kakak. Aku pengin Ka Rival pulang ke rumah. Aku
sudah gak tahan sama sikap Ayah. Jadi, tolong, Ka. Tolong temani aku.” Pinta
Axel.
“Maafkan,
Kakak, Xel. Kakak gak bisa begitu saja meninggalkan impian Kaka. Ka Rival juga
gak pengin membuat Ayah jatuh sakit lagi karena melihat kaka begini.” Kata Ka
Rival. Ia kemudian pergi lagi. Axel tak kuasa mengejarnya. Ia kini hanya bisa
terdiam kaku dengan airmata yang terus berjatuhan.
Allenta tercengang. Tentu saja, karena ia tak
menyangka, Ka Rival yang dulu ia kira seorang pengamen jalanan yang diangkat
Papanya jadi anggota band itu adalah Kakaknya Axel.
Setelah
Ka Rival pergi, Axel tiba-tiba jatuh pingsan. Allenta yang melihat kejadian
itu, sontak keluar dari tempat persembunyiannya dan lari-lari menuju ke arah
Axel. Orang-orang sekitar backstage
segera menolong Axel. Axel pun di bawa ke rumah sakit. Allenta yang tadi
mengatakan bahwa ia teman sekelas Axel, disuruh orang-orang untuk menemani Axel
ke rumah sakit bersama dengan Ari.
#
Mobil
ambulan mengeluarkan bunyi sirinenya. Ari yang tidak tahu-menahu dengan
Allenta, menanyakan keberadaan Allenta di taman kota. Dan kebetulan sekali,
jika kau bermasalah dengan Ari, jangan heran jika ia selalu menginterogasimu.
Nah, apa yang kau kira ? Kau kira dia seorang detective conan ?
“Kau
datang ke taman kota untuk apa ?” tanya Ari sambil memainkan Tablet PC-nya. Kau
tahu ? Ari ini seorang penggemar gadget dan
teknologi. Jika kau menanyakan seberapa canggih gadget yang ia punya, kau bisa mengetahui itu jika masuk ke dalam
kamar tidurnya. Kamar tidur Ari bukan kamar tidur biasa. Di sana, kau akan
menemukan LCD di mana-mana, kamera CCTV, komputer canggih, laptop berbagai
merek, handphone dan pc berandroid, kamera lomo, PS 1, PS 2, I-Pad berbagai
merek dan warna, serta Tablet Pc yang sering ia bawa ke mana saja. Berbagai DVD
dan CD game juga ada. Hotspot
tersedia tanpa password di kamar ini.
“Oh..
Jalan-jalan saja.” Jawab Allenta.
“Apa
kau juga ingin menonton konser band itu?” tanya Ari.
“Oh..
Enggak. Aku hanya lewat.”
“Apa
kau murid baru ? Aku gak pernah
melihatmu sebelumnya di Green Junior.”
“Iya.
Aku murid baru. Apa kamu bisa diam ?” Allenta kesal dengan
pertanyaan-pertanyaan tak penting itu.
“Aku
masih tak percaya, jika kau hanya lewat di konser itu. Apa kau mengganggapku
bodoh ? Aku bisa memastikan kalau kau itu anak Pak Dalas, produser band Ka
Rival. Benar, kan?”
Allenta
melongo. Bagaimana bisa Ari mengetahui hal tersebut ? Sedangkan ia baru kenal
dengan Ari. Apa Ari ini memang detective?
Apa ia sedang menguntit semua tentang keluarganya ?
“Woyy…
apa kau sedang menghayal, bermimpi, atau… sedang mencari alasan yang tepat
untuk pertanyaanku ?” Tekan Ari. Allenta tak menjawabnya.
“Kalau
kau tak mau memberikan alasan, oke biar aku yang memberikannya. Lihat info ini
! Kau anak Pak Dalas dan Bu Sinta. Kau lahir pada hari Rabu, 8 Oktober 1997.
Prestasi yang di dapat, juara 1 olimpiade sains Matematika nasional, juara 2 olimpiade Sains Matematika se-Asia, juara 1 berturut-turut selama sekolah, mendapat
penghargaan sebagai ilmuwan cilik, dan 27 penghargaan lagi yang gak bisa
disebutin.” Kata Ari membaca sebuah situs di tablet pc-nya.
“Ya
ampun… apa kau sedang membaca profilku ?” tanya Allenta kaget sambil menyerobot
tablet Ari.
“Hey..
kembalikan punyaku !!” Ari berontak dan merebut tabletnya.
“Cukup
!! Aku menyerah. Aku memang anak Pak Dalas dan aku membuntuti kalian setelah
pulang sekolah tadi. Aku tak bermaksud apa-apa. Hanya…. “ Kata-kata Allenta
terputus ketika Axel tiba-tiba sadar.
“Hey,
Allenta ? Mengapa kau ada di sini ?” Axel terkejut melihat keberadaan Allenta.
“Dia
penguntit ! Kau tahu ?” Jawab Ari.
Allenta
terdiam. Ia memang tak bisa berkata apa-apa lagi. Mungkin, memang ia harus
mengakui kesalahannya.
“Ri,
jika kau temanku, tolong bicaralah yang sopan kepadanya. Kau tak akan percaya
jika kau mengetahui semua kebaikan keluarganya.” Ujar Axel sedikit
tertatih-tatih karena masih pusing.
“Apa
yang kau bicarakan ? Mengapa kau membelanya ? Bukankah ia sudah mencampuri
urusan pribadimu ? Ia sengaja mengikuti kita ke taman kota.” Ujar Ari.
“Bisakah
kalian tidak berdebat di sini ? Terlalu banyak orang sakit di sini. Perdebatan
kalian hanya akan membuat mereka yang sakit akan menjadi stress.” Allenta
mencoba menengahi.
“Ya..
ya..ya Aku tahu ! Kau suka dengan Allenta, kan ? Tentu saja kau akan
membelanya, Xel ” Ujar Ari dengan senyuman kecut.
“Jangan
banyak omong kosong, Ri. Aku hanya tak ingin kau salah paham dengannya.” kata
Axel.
“Sudahlah.. ini memang salahku. Tak seharusnya aku
membuntuti kalian. Tak seharusnya aku mencampuri urusan kalian. Sebaiknya, aku
pergi ..” Aku Allenta. Ia berjalan perlahan dengan kepala tertunduk. Terlihat,
sopir Allenta menunggu di luar pintu. Allenta berlari menuju mobilnya. Axel
berusaha bangun dan mengejar Allenta.
“Tunggu,
Len… Allenta, tunggu !” teriaknya.
Allenta
berhenti berlari, ketika jasnya ditarik Axel.
“Lupakan
tentang omongan Ari. Dan lupakan juga semua yang kau lihat tentang aku dan Ka
Rival di taman kota tadi.” Ujar Axel.
Allenta
diam dan pergi ketika Axel mengucapkan kata terakhir dari kalimatnya.
-----------------------------------------------------
to be continued.......