Okay, ternyata masih sempat-sempatnya buat postingan yang satu ini
ditengah pe-er yang menumpuk.
Kalau kata peribahasa 'Mencari kesempatan dalam kesempitan' dan 'Mengisi kesempatan buat main internetan'.
Saya mau lanjutin cerita Novel Our Illusion Story. Dari judulnya, sih, ketahuan banget kalau novel ini acak adul 'alias' suka-suka gue ngaraang. Ilusi dan imajinasi gaje !
Kemarin saya posting baru sampai part 9. Kalau mau baca silakan KLIK
Yep, ini lah cerita gaje buhan K-ON KW part 10
Hello, New Life !!
Adin, dkk sudah lulus ujian nasional, terus mereka juga
sudah lulus pendaftaran murid baru. Karena Adin mendapat nilai tertinggi
seprovinsi, ia diberi beasiswa sekolah di Queenite Senior High School bersama
Chaca, Rizka, dan Kiki. Sekolah itu merupakan sekolah terbaik di provinsinya.
Sayangnya, Queenite dikhususkan untuk siswa perempuan. Jadi, gak bisa lagi tuh
berantem sama Firgo dan Elf. Lain lagi dengan Ella yang memilih SMA Darrenlay, sekolah itu dekat banget sama rumahnya. Alasan
Ella milih sekolah itu, sih, katanya biar bisa nonton TV saat jam istirahat.
Maklum, jam-jam istirahat gitu, biasanya tayang acara favorit Ella. Entahlah..
yang gak perlu diketahui, Ella si K-Popers Sejati.
Seperti namanya ‘Queenite’ yang
artinya Ratu Elit *kamusgaje, maka
semua sarana dan prasarana di sekolah itu bisa dikatakan super elit. Ya
iyalah... secara yang sekolah di sana cuma anak-anak orang elit dan anak-anak
cerdas yang beruntung mendapatkan beasiswa. Tapi ada kendala satu lagi, nih!
Queenite adalah Boarding School yang mengharuskan para siswanya tinggal di
asrama.
Seberapa pun susahnya tinggal di Boarding
School, yang jelas... menurut Adin, asalkan bersama sahabatnya, Insya Allah gak
ada yang susah. Pasti akan selalu ceria bersama suka cita dan sejuta tawa.
Adin mendapat kamar no.34, emang sih gak ada yang istimewa dari angka
34, tapi Adin merasa ada sesuatu di balik kamar no.34.
Benar saja! Ketika Adin masuk ke dalam kamar itu... Gubyarr!! Ia langsung disambut dengan
tumpahan air satu ember.
“Hahaha.... rasain lu! Menurut lu enak apa sekolah di sini?”
cemooh seorang gadis berkacamata dengan rambut pendek sebahu.
“Sudah! Sudah! Sudah, Ya! Jangan buat
masalah baru, deh. Ingat! Di sini itu punya aturan.“ cergah seorang gadis lagi
yang kelihatannya membela Adin.
“Maafkan sahabatku, yah.. Dia emang
gitu kalau lagi dapet. Emosian dan kerjaannya ngejahilin orang. Aku
sudah peringatin dia berkali-kali, tapi tetap aja ia terusin hobinya itu.” Ujar gadis itu lagi.
Wajah Adin kelihatan linglung,
sesekali bergumam. Apa iya, orang
baik yang satu ini mau bersahabat sama orang jutek yang satu lagi.
Ckckk... dunia sudah kebalik, kayaknya.
“Oh, gitu, ya? Iya, deh, gak papa,
Kak. Untung aku gak dapet hari ini. Jadi kesabaran masih full.” Ujar
Adin mencoba ramah dengan senior satu kamarnya.
“Ya syukur, deh. Oh iya, ‘namaku’ Ismi
dan yang pake kacamata itu namanya Liya. Kalau namamu? ” Tanya senior baik yang
ternyata namanya Ismi.
“Aku Adindarin Amelyeonny. Bisa
dipanggil Adin, Dinda, Rin, Amel, Mely, Onny atau terserah yang manggil aja,
deh. Bahkan aku pernah dipanggil Oyon dan Adun.” Jelas Adin berbelit-belit. Tambah
masalah aja, nih, orang! Sudah tau ada yang lagi dapet. Tensi tinggi,
nih, kayaknya...
“Heh... lebay banget, sih, bicara lu!
Kayak anak PAUD .. Nama aja gak ada yang
bener. Satu aja cukup, kalee... !!”
gertak Liya.
“udah, Ya. Daripada kamu stroke di sini, mendingan
kita ke taman aja. Ini, kan, sabtu sore. Sekalian cari komik Miiko terbaru.
Dinda mau ikut?” ujar Ismi mencairkan suasana. Tumben banget, Adin dipanggil
Dinda. Ia jadi ingat sama bundanya, Bunda Sari.
“Maaf, aku gak bisa, Kak. Aku ada
janji sama temenku. “
“Oh, kalau begitu kami pergi, ya. Silakan kamu beres-beres barang aja dulu.
Untuk embernya, maaf ya. Kamu bisa beresin, kan?” Ujar Ismi.
“Iya tuh. Beresin embernya jangan
males-malesan. Anggap itu sambutan terbaik gue
untuk lu. Dag ~!” Timpal Liya.
Adin hanya mengangguk. Tapi, hatinya
lagi garuk-garuk. Masih bingung sama dua sejoli yang berantonim ini. Ia
menuruti permintaan Kak Ismi untuk membersihkan ember yang tumpah itu. Yah..
paling tidak Kak Ismi memintanya dengan sopan, bukan seperti Kak Liya.
#
“Hah.. kasihan banget lo, Din. Ahh.. untung
gue gak sekamar sama senior.” Ucapan Rizka membuat Adin tambah sensible dan menganggap kesialan menimpa dirinya di awal tahun
ajaran ini.
“Wuaah.. untung kita bertiga sekamar, ya,
Cha?” Ujar Kiki.
“Iya, dong, Ki. Kita kan Triplet in The
Blender.” Sahut Chaca.
“Yaelah. Semenjak ketemu sama Alan, si Chaca
jadi ngait-ngaitin pembicaraan sama judul bukunya Alan terus, ‘Triplet in The
Blender’. Emang lo tau, Cha, apa artinya?” Rizka nambah topik.
“Bener, Riz. Sampe kita mencret-mencret
barengan aja dibilang Triplet in The Blender.” Tambah Kiki.
“Hohoho..
Gue juga gak tau artinya. Tapi, kata Alan, buku itu cerita fantasi
gajenya aja. Maklum, imajinasi anak kecil.” Sahut Chaca pede.
Adin yang sedari tadi gak menghiraukan
pembicaraan triplet malah mangut-mangut gak jelas sendirian.
“Eh, Kak Ismi manggil gue Dinda, loh! Gue jadi
keingetan sama Bunda Sari. Sudah 4 bulan gue gak nengok keadaan Bunda. Kenapa
semenjak gue betah tinggal di rumah Mama Yoona, gue malah lupa sama Bunda Sari,
ya?” Adin membuka topik baru (lagi).
“Beuh, dasar Adin. Bunda Sari itukan
ibu yang merawat lo dari bayi. Walaupun lo lahir bukan dari rahimnya. Jadi,
yang sebenarnya banyak berjasa itu Bunda Sari. Kok, lo malah lupain dia, sih.
Apa selama 4 bulan, lo pernah hubungin dia? Nanyain kesehatannya?” Ujar Rizka.
“Lah, ceramah lagi, kan. Tapi emang
bener, sih. Itu masalahnya! Gue jadi merasa bersalah. Bahkan, gara-gara gue,
persahabatan Mama Yoona sama Bunda Sari itu jadi putus. Tambah bersalah jadinya
gue.” Adin masih mangut-mangut.
“Kenapa gak lo jenguk aja, Din? Kita
siap, kok, nemenin.” Usul Chaca.
“Itu masalah juga, Cha. Kita kan sudah
jadi siswa di Queenite, kata senior di sini, murid baru mesti dikarantina dulu
selama satu bulan di asrama ini. Jadi, mana boleh kita pergi keluar?” Ujar Kiki
yang suka berteman sama senior pintar biar bisa dapat informasi penting.
“Tapi, tadi Kak Ismi sama Kak Liya keluar
bareng. Katanya mau ke Taman.”
“Itu beda, Din. Masa gak bisa bedain
senior sama Junior. Kan, kata gue murid baru yang gak boleh!!”
Semuanya jadi bingung. Si triplet
ikut-ikutan mangut-mangut. Sesekali Chaca mencicipi es krim nya sambil
mengemutnya dengan sendok. Sedangkan Kiki, mangut-mangut sambil menyeduh teh
hijau kesukaannya. Adin saling pandang dengan Rizka, dan tiba-tiba mereka
berdua.......
“AHA !!! Gue punya ide...” seru
Adin dan Rizka.
“Usul lo apa, Riz ?” Ujar Adin.
“Bagaimana kalau kita pakai sapu ajaib
Harry Potter dan serbuk ajaib Tinkerbell. Kan jadi gak ketahuan kalau kita
pergi ke rumah Bunda Sari.” Usul Rizka dengan bangganya.
“Ampun deh, Riz. Serius, dong! Kalau
menurut gue, gimana kalau kita minta tolong sama Kak Liya. Katanya, Kak Liya
itu anggota Dewan Murid di sekolah ini. Kan, kita bisa minta Kak Liya supaya
Dewan Murid bisa ngijinin kita ke luar.” Usul Adin.
Chaca dan Kiki mikir-mikir sejenak.
“Ahh... gue pilih usulan Rizka aja.
Kelihatannya seru juga kalau kita terbang pake sapu ajaib milik Harry Potter
terus baca mantra dan sparkle-sparkle muncul saat mantra itu diucapin.
Hahaha... Jadi kaya dunia fantasi.” Kiki emang fans banget sama Harry Potter
jadi maklumlah kalau khayalannya kayak gitu.
“Iya. Gue juga pilih usulan
Rizka. Yeyeye.. Gue pengin jadi
Tinkerbell!! Go to Neverland ..... !”
Yang satu ini kayaknya sejenis sama Kiki. Chaca si fans beratnya Tinkerbell.
Sampai-sampai, dulu ia pernah minta dibeliin Sayap dan baju daun Tinkerbell. Nyahahaa....
-------------------------------------------------
0 Comment:
Posting Komentar
NO HARSH WORDS
please, don't SPAM here!
I'll reply if I didn't busy -.-