27 November 2011

Penderitaan berakhir dengan perpisahan

Bab 1
Perpisahan Keluargaku    *********

Namaku Rizty Ramadhanti.Umurku 15 tahun. Aku adalah seorang anak dari sepasang suami istri yang beda dalam hal materi. Keluarga dari pihak ayahku atau yang sering kupanggil Abi  tidak merestui pernikahan Abi dan Umi, ini dikarenakan aku sudah ada sebelum mereka nikah, dengan kata lain aku adalah seorang anak hasil perkawinan di luar nikah, selain itu umi juga bukan seorang yang kaya sedangkan abi adalah anak dari konglomerat. Dan yang saking aku kecewakan , mereka mengusir aku dan umi setelah pernikahan itu selesai. Mungkin Abi menikahi Umi agar nama baiknya tidak tercoreng.  Saat itu aku masih bayi, jadi aku tak tau betul ceritanya. Ini semua umi yang ceritain. Tapi aku tidak pernah kecewa karena aku lahir seperti itu sebab aku beruntung mempunyai ibu seperti umi.
                                  ***
Sejak kejadian itu, aku dan umi mencari rumah sederhana yang bisa dibeli dengan uang yang diberikan nenek. Walaupun begitu, aku tetap bahagia hidup berdua dengan umi.
                                  *** 
“ Riz,,,” teriak umiku dengan batuknya yang semakin hari semakin parah. Mendengar panggilan umi, aku yang sedang menjemur pakaian di belakang rumah pun segera menemuinya.
“Iya, Mi. Sebentar,,,!” Pintaku. Setelah ku temui, ternyata umi tidak ada di kamarnya. Kucoba mencarinya di ruang tamu, ehh,,
ternyata umi pingsan dan vas bunga di meja tamu pun ikut-ikutan pecah, mungkin karena kesenggol umi saat ia pingsan, untung saja beling-belingnya tidak terkena tubuh umi.
Aku pun spontan berteriak histeris,”Tolooooonggg,,,,!!!!” aku merasa gelisah karena tiada satu  orang pun yang mendengarnya, soalnya orang-orang di gang itu banyak yang sibuk bekerja jika siang hari, karena itu aku pun nekat membawa umi ke rumah sakit meskipun aku tak pernah ke rumah sakit sendirian, itu dikarenakan aku pernah trauma karena pernah pergi ke pasar sendirian, sesampainya di persimpangan gang menuju ke pasar tiba-tiba ada seorang  laki-laki yang mau menculikku dengan  saputangan yang sudah diberi obat bius, untung saja ada warga yang melihat kejadian tersebut jadi aku pun selamat dari peristiwa serem itu,,,     Ichhh,,!! kalau ingat itu aku jadi pusing sendiri.
                                  ***    
Sesampainya di rumah sakit, aku pun langsung memanggil suster dan membawa umi ke ruang UGD. Setelah itu aku pun mulai tenang, tapi aku tidak bisa mengurus administrasinya. Bagaimana ini…??? Bisa-bisa umi dibiarkan begitu saja oleh karyawan di rumah sakit ini gara-gara tidak membayar administrasinya. Bingung,,,bingung,,, kepalaku semakin pusing aja. Dalam keadaan seperti ini aku harus mencari orang untuk membantunya. Aku pun memanggil seorang perawat laki-laki  yang kebetulan lewat di depanku.
“ Ka,,, Boleh minta tolong gak,,???” tanyaku dengan wajah memelas.
“Iya, De. Ada yang bisa kakak bantu…?” Tanya kakak itu balik.
“Iya, Kak. Aku mau minta tolong mengurus semua administrasi Ibuku. Soalnya aku tidak bisa yang gituan.”
“ Emangnya keluargamu tidak ikut mengantar Ibumu ke sini ? “ Tanya kakak itu heran.
“ Emmm,,, Aku sudah tidak punya keluarga lagi, Kak.” Ucapku sedih. Padahal aku masih punya keluarga dari keluarga abi, abi pun kira-kira masih ada. Tapi entah mengapa mereka semua tidak menganggap kami sebagai keluarga, karena mereka menganggap aku sebagai anak haram hasil perkawinan di luar nikah. Aku pun merasa kasihan dengan umi, sebab dia harus berjuang membesarkanku tanpa seorang ayah. Sering kumelihat umi bekerja tanpa istirahat padahal aku tahu ia tentu sangat kelelahan.
“ Iya,De. Sekarang juga kakak akan mengurus administrasinya supaya Ibumu cepat ditangani.”
                                  ***
  Kata dokter, ibu harus dirawat. Tapi bagaimana? Uang yang harus dibayar cukup banyak. Bagaimana aku bisa membayar semua itu. Aduh pusing,,,,,!!! Akhirnya kumengambil keputusan yang bulat. Aku harus meninggalkan sekolah dan mencari pekerjaan agar dapat membiayai obat umi. Aku ingat, Aisha temanku disekolah pernah minta tolong kepadaku untuk mencarikan pembantu di rumahnya, mungkin aku bisa bekerja sama dia.
                                                                                                ***
 


Bab 2
My First Job

Di depan rumah Aisha.                                                   
“ Assalamu’alaikum…”  di depan pagar rumah Aisha, aku takjub akan kemegahan rumah Aisha yang sebenarnya. Tak beberapa lama, keluar seorang perempuan yang memakai pakaian seperti seorang babysitter. Dia pun menghampiriku.
“ Ada apa,,,?? Kamu siapa,,?? Cari siapa?? Mau apa,,??” Tanya perempuan itu. Aduh cerewet banget wanita ini, aku jadi bingung  mau jawab yang mana ?
“ Aku Rizty, temannya Aisha. Aishanya ada??”
“ Oh,, Jadi kamu Rizty temannya Non Aisha. Sekolah di mana? Kelas berapa? Rumahnya di mana ?” Tanya wanita itu. Aku jadi kesal. Ngapain Tanya itu, nggak penting juga, kan?
“ Ah, udah, Mba. Nggak penting juga kan pertanyaannya,,,”
“ Ya, udah. Silahkan masuk”
                                      ***
“ Eh, Rizty. Ayo sini,,!” Ajak Aisha yang sedang asyik main Playstation. Aku pun menghampirinya.
“ Tumben kamu ke rumahku. Ada apa, ya?”
“ Gini. Kamu pernah nawarin pekerjaan jadi pembantu di sini, kan? Apakah masih berlaku?”
“ Ohh,, Tentu saja. Emangnya sudah ada yang berminat?”
“ Iya. Tapi aku yang berminat. Bolehkan?”
“ Wah, boleh banget. Jadi aku bisa sekalian main sama kamu. Tapi sekolahmu?”
“nggg,,, aku memutuskan untuk berhenti sekolah dan mulai bekerja untuk mencari uang agar Umi bisa sembuh dari penyakitnya.”
“ Hah,, Umimu sakit! Sakit apa, Riz?”
“ Sakit batuknya itu loh, sudah dua minggu belum sembuh-sembuh juga. Aku takut kalau dibiarin, batuknya akan semakin parah”
“Yang benar kamu! Wah, jangan dibiarin tuh. Nanti bisa kena TBC. Ya udah, kamu bisa bekerja hari ini juga”
“ Terima kasih banyak, ya, Sha”
“Iya, sama-sama”
                                  ***
Sudah dua hari aku bekerja di rumah Aisha. Karena aku ingin sekali umi cepat sembuh, akhirnya aku memutuskan untuk meminjam uang kepada ibunya Aisha.
Setelah itu, umi pun pulang . Kini keadaannya kian hari semakin membaik. Walaupun  begitu, aku harus tetap bekerja. Sebab umi belum bisa melakukan pekerjaan yang berat-berat  .
                                  ***





Bab 3
Ternyata Abi..

Suatu hari di rumah Aisha, aku melihat seorang laki-laki yang baru saja keluar dari mobil, ternyata ia adalah ayahnya Aisha. Tapi wajah lelaki itu tidak asing denganku. Sepertinya aku kenal dia. Setelah kutanyakan siapa namanya, ternyata namanya adalah Pak Usman. Itu kan nama abi. Jangan-jangan itu abi! Aku merasa tidak percaya, namun itu memang  Abi. Walaupun aku tidak tau langsung bagaimana wajah Abi, tapi aku ingat betul foto yang diberikan Umi. Foto itu adalah foto saat abi dan umi masih remaja. Walaupun perbedaan Abi dan laki-laki itu Cuma badannya yang sedikit gemuk daripada saat remaja. Tapi aku tidak ingin menambah kepalaku pusing lagi. Aku pun menganggap itu Cuma mirip saja.                                                        
***
Hari-hari terus kujalani dengan bekerja di rumah Aisya. Sampai di suatu hari, ketika aku mau membereskan kamar ayah Aisya yang dijadikan kantor pribadi ayah Aisya. Ketika itu aku tidak sengaja menjatuhkan sebuah kotak kecil yang sudah berdebu. Setelah kubuka, ternyata …. Ini yang tak pernah kuiginkan. Ternyata benar, ayah Aisya adalah Abi. Dalam kotak itu terdapat sebuah foto yang sama dengan foto yang diberikan umi kepadaku. Foto Abi dan Umi ketika remaja. Tapi ini tidak mungkin !!! aku tidak percaya dengan semua ini. Bagaimana caranya aku menjelaskan semua ini kepada Umi. Umi pasti tidak percaya. Aduh mengapa jadi seperti ini sih .. ??
                                                  ***
“Umi . Rizty mau bilang sesuatu “.    “Iya. Mau bilang apa, Riz?” kata Umi bigung “Ini soal Abi. Umi jangan kaget, ya!”
“Soal Abi …? Kamu ini kenapa, Riz?” Umi mulai kelihatan panik.
“Abb,,Abbi ,, itu ternyata ,,” Aku jadi gelagapan mengatakannya. Aku takut umi syok mendengar semua ini. Tapi.. ah sudahlah. Ini memang harus dikatakan sebelum nantinya terlambat.
“Abi itu ternyata adalah ayahnya..Aisya !”
“Apa..!! Jadi selama ini ayahnya Aisya itu adalah Abi..! Abi ayah Kamu ???”
“Iy.. iya, Mi “ Aku jadi semakin deg-degan. Umi pun semakin panik.
“pasti Umi tak percaya mendengar semua ini. Tapi ini nyata, Mi. Rizty menemukan foto Umi dan Abi persis seperti yang Umi berikan kepada Rizty. Rizty menemukannya di kamar ayahnya Aisya ketika Rizty bersih-bersih di kamar itu.”
“ Ya Allah. Ternyata selama ini Abimu dekat dengan kita, Riz. Umi tidak menyangka kalau Aisya itu anak Abimu.”
“Iya, Mi. Kalau Umi nggak keberatan. Aku ingin memberitahukan semua ini kepada Aisya.”
“Jangan, Riz. Itu hanya akan membuat Abimu merasa bersalah. Karena telah menjadikan anaknya sebagai pembantu”
“Tapi, Mi .. Aku jadi sedih melihat Umi sakit-sakitan begini. Kalau aku bilang semua ini ke Abi. Pasti hidup kita akan berubah, Mi.” Umi mulai terdiam. Namun ku rasa umi belum juga menyetujui rencanaku.
***




Bab 4
Aku Ingin Kalian Bersama Lagi…!

Hari ini aku jadi merasa bingung. Apakah aku harus mengatakan semua ini ke ayahnya Aisya. Namun umi melarangku melakukan itu. Tapi ini semua demi umi juga. Aku nggak ingin melihatnya lebih menderita. Belum lagi melihat ekspresi Abi setelah mendengar aku adalah anaknya. Apakah ia akan mengakui kami sebagai keluarganya. Semua perjuangan pasti ada pegorbanan. Kalau aku ingin berubah, aku harus tanggung semua resikonya. Kalau begitu aku harus mengatakannya. Tapi… Takut!
                                  ***
“Rizty .. Kamu kenapa??” tiba-tiba Aisya mengejutkanku.
“Gak,, gak apa-apa, kok. Kamu ndiri kenapa? Tumben kamu gak main PS.”
“Eh.. mana ada sejarahnya Aisya gak main PS dalam sehari. Aku ini mau ngajak kamu main juga. Aku bosan main sendirian.”
“Tapi aku belum selesai beres-beres. Nanti dimarahi Ibu.”
“Udah ah. Biarin aja kerjaannya. Nanti aku bilang sama Mama. Kamu tau kan, Mamaku itu gak gampang marah. Mana mungkin dia marahin kamu. Kalau begitu kamu maukan” aku pun mengangguk. Sekarang aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Aisya memang pintar membujuk orang. Ya udah. Lebih baik aku main sambil nunggu ayah Aisya pulang.
                                  ***
Sudah hamper 1 jam aku main PS. Namun abi belum juga pulang. Padahal kan jam segini biasanya Abi sudah pulang.
“ Sya. Kok ayah kamu belum pulang juga,ya? Biasanya jam segini kan sudah pulang.” Kataku memulai pembicaraan.
“ Iya juga, ya. Ah palingan juga ada meeting.”
“Sya. Kamu punya saudara gak? “
“Enggak. Aku ini anak tunggal. Mamaku sih sudah 2 kali menikah. Yang pertama itu cerai. Soalnya mama gak bisa punya anak dengan laki-laki itu. Nah yang keduanya sama papaku. Katanya sih Papa itu punya 2 istri. Istri pertama itu mamahku. Tapi yang kedua aku ga tau. Soalnya nenekku tidak menyetujui hubungan mereka. Katanya sih istri yang kedua itu hamil di luar nikah.”
Ya ampun.. aku jadi sangat yakin bahwa ayahnya Aisya itu adalah Abi.
                                                  ***
Aduuhh…!!!
Sudah jam berapa ini ?? Masa iya Abi meeting selama ini. Ah gak mungkin.  Ayah Aisya biasanya pulang tepat waktu. Tapi kok hari ini jadi gini. Aku jadi merasa ada sesuatu yang mengganjal.
“Riz, kok papaku gak pulang juga, ya?”Aisya kayaknya mulai khawatir.
“He-eh. Coba ditelepon aja!” Aku coba membujuk Aisya.
“Iya, ya. Kenapa gak kepikiran dari tadi.”
Aisya pun menelpon ayahnya. Tapi hampir saja Aisya mau mengangkat gagang telepon, tiba-tiba telepon rumah itu pun berbunyi. Kriiiiiiiiinggg….Kriiiiiinggggg….. Dengan Cepat Aisya mengangkatnya.
“Hallo.. Apa ini Benar Rumahnya Pak Usman Wiraatmaja?”
“Iya, Benar.”
“Kami dari kepolisian melaporkan bahwa Pak Usman Kecelakaan dan sekarang sedang dibawa ke Rumah Sakit Medika.”
Mendengar semua itu, Aisya Syok berat. Ia pun tak dapat menahan tangisnya. Aku pun mencoba bertanya ada apa.
“ Sya, Kamu kenapa ??” Kataku Pelan.
“Papah, Riz. Papahku… Kecelakaan dan sekarang ia ada di rumah sakit.” Mendengar semua itu, aku langsung terkejut. Malah aku lebih syok daripada Aisya. Tapi aku berusaha menenangkan Aisya seolah aku cuma sedikit kaget saja. Tapi aku harus memberitahukan semua ini ke Umi.
“Sya, sabar, ya. Tapi aku minta maaf. Aku harus pulang. Ada hal penting yang harus ku kerjakan.”
“Riz.. Hal apa itu. Apakah tidak bisa ditunda. Aku mau menjenguk papahku. Kau ikut, ya!” Pinta Aisya. Namun hal ini tidak bisa ditunda. Aku harus segera memberitahukannya kepada Umi.
“Sya. Ini  sangat penting. Ini menyangkut kehidupan Umiku. Ku harap kamu bisa memakluminya. Kalau begitu aku pergi,ya. Sebelum terlambat.” Kataku tergesa-gesa.
“ Ya…ya udah... Kalau begi..tu.” Jawab Aisya sambil terseguk-seguk dengan tangisnya.
                                 ***
Sesampainya di rumah..
“Umii..  “ teriakku secepat mungkin. Seolah waktu semakin cepat bergulir.
“Rizty… Kenapa,Nak? Kok kamu nangis gitu.” Tanya umi panik.
“Abi..Mi. Abi kecelakaan.”
“Apaa…!!! Sekarang ia ada di mana?”
“ Abi di rumah sakit Medika,Mi”
“Ya udah,Nak. Ayo kita ke rumah sakit. Ayo cepat!!” Perintah umi buru-buru. Aku dan Umi pergi ke rumah sakit pun secepat mungkin .
                                  ***
Sesampainya di rumah sakit.
Terlihat Aisya dan Mamahnya sudah duluan datang. Mereka sedang di ruangan UGD. Aku dan Umi pun menyusul.  Mamanya Aisya terkejut melihat umi.
“Hah.. kamu Farida, kan?” Tanyanya.
“Iya. Aku Farida.”
“Farida. Senang bisa berjumpa denganmu.” Kata mamanya Aisya.  Mamanya Aisya memang baik. Ia tidak sedikitpun melarang hubungan Abi dan Umi. Yang melarang itu adalah nenek dan kakek.
“Sya. Bagaimana keadaan papamu?” Tanyaku.
“Dia sedang kritis. Hiks..hiks..” jawab Aisya sesegukan.
“Apakah bisa ditengok.” Tanya umi kepada mereka.
“Gak..Bis..” belum selesai Aisya menjawab, tiba-tiba terdengar suara nafas Abi yang terengah-engah.
“Abii….” Teriakku dan aku langsung masuk ke ruangan tempat Abi dirawat.
Abi terkejut melihat umi. Ia pun mencoba untuk bicara.
“ Far,,Farida. Ap..appakah inn..ini anak kita?” Tanya Abi sambil mengarahkan telunjuknya yang lemah ke arahku.
“Iya,Bi. Ini anak kita.” Jawab umi sambil menahan air matanya.
“ Jadi selama ini aku telah menjadikan anakku sebagai pembantu. Anakku maafkan Abi,Nak. Ennnnhhhhh..enhhh” Kata Abi dan sekarang nafasnya semakin pendek.
“Abi.. Abi…jangan tinggalin Rizty dan Umi, Bi. Rizty sayang Abi. Abi harus hidup. Abi harus bisa kumpul lagi sama Umi dan Rizty. Hiks..” .
“ Ennnhhhh… Enhhh… “ Nafas Abi makin menjadi-jadi.
“ Dokter… Dokter… “ Teriak mamahnya Aisya.
Terlihat Abi yang sekarang sedang melawan sakitnya dan umi yang sekarang tidak bisa menahan air matanya.
Dan ku rasa ini saat-saat terakhir keluargaku. Mungkin Keluargaku tidak mungkin kan bersatu lagi. Tapi saat-saat itu aku terus berdo’a kepada Allah agar Abi sembuh dan bisa bersama umi lagi. Tapi kematian sudah kehendak Tuhan. Abi telah mehembuskan nafas terakhirnya.
“Innalillahi wa innailaihiraji’un. Pak Usman telah berpulang ke Rahmatullah” Ucap Dokter sambil menutup mata Abi.
Serentak kami berteriak” Abiiiiiiiii……………!!!!!!!!!”
“Abi…. Jangan tinggalin Aisya dan Rizty, Bi!” Tangis Aisya.
Begitupun dengan aku.
Namun ini sudah takdir keluargaku. Tiada harapan yang tersisa untuk kami berkumpul bersama. Namun paling tidak aku sudah memberikan sedikit obat rindu mereka berdua. Walaupun obat itu rasanya pahit bukannya manis. Andai saja pertemuan ini tidak berakhir seperti ini. Mungkin kami akan bahagia. Tapi ini sudah kehendak Allah. Tidak ada yang bisa mengubahnya.
Abiii… Umii… Aku beruntung telah mempunyai orang tua seperti kalian. Walaupun kasih sayang Abi tak sempat kurasakan sedikitpun.              
                  THE END   

0 Comment:

Posting Komentar

NO HARSH WORDS
please, don't SPAM here!
I'll reply if I didn't busy -.-